Keindahan Banda Aceh

Keindahan Banda Aceh
Kantor Walikota Banda Aceh

Kamis, 12 April 2012

Menunggu Janji PA

Menunggu Janji PA
Oleh : Masrizal, MA
Opini Waspada 11 April 2012

Tanggal 9 April 2012 merupakan hari yang bersejarah bagi para calon kandidat gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota  di Aceh. Perhelatan akbar telah berlangsung dari pukul 08.00 sampai dengan 14.00 WIB, di bumi Serambi Mekkah. Lembaga Survey Indonesia (LSI) mencatat Zikir memperoleh 55,68 persen suara di 300 TPS seluruh Aceh. Sementara Irwandi 28,56 persen, Nazar 7,56 persen, Darni 4,21 persen dan Abi Lampisang 3,89 persen. Hasil quick count tersebut disampaikan oleh ketua LSI Burhanuddin (acehcorner.com). akan tetapi hasil yang sah adalah menunggu keputusan dari KIP Aceh.

Berdasarkan hasil penghitungan suara dari LSI ini menunjukkan bahwa pasangan yang diusung Partai Aceh (PA), Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf (ZIKIR), mencatat kembali kemenangan yang pernah diperoleh semasa perhelatan akbar saat pemilihan legislative 2009 yang silam yang hampir seluruh TPS yang ada di Aceh. Kemenangan yang diperoleh PA ini membuktikan bahwa PA masih berada dihati rakyat Aceh, meskipun sebelum berlangsungnya pesta demokrasi banyak kita dengar di warung kopi dan di pasar ikan bahwa tidak mungkin lagi PA ada dihati rakyat. Namun itulah dinamika politik yang sulit untuk ditebak, karena permainan politik tidak jauh beda dengan kita menyaksikan pertandingan bola di piala dunia.
Tentunya yang kita harapkan bersama nantinya adalah kepala daerah hasil pemilukada ini membuahkan harapan yang cukup besar bagi masyarakat, yaitu kesejahteraan yang akan makin meningkat. Tetapi harapan tersebut ternyata tidak mudah untuk diwujudkan bila kata kesejahteraan hanya ada saat kampanye semata. Idealnya apabila berbicara kesejahteraan social adalah hal yang mutlak harus dibuktikan oleh kepala dearah yang terpilih.
Defenisi Kesejahteraan sosial menurut Remansyhyn (1971:3) adalah mencakup semua bentuk intervensi sosial yang mempunyai suatu perhatian utama dan langsung pada usaha peningkatan kesejahteraan individu dan masyarakat sebagai keseluruhan. Kesejahteraan sosial mencakup penyediaan pertolongan dan proses-proses yang secara yang langsung berkenaan bagi penyembuhan dan pencegahan masalah-masalah sosial, pengembangan sumberdaya manusia dan perbaikan kualitas hidup. Itu meliputi pelayanan sosial bagi individu, keluarga dan juga memperkuat dan atau memperbaiki lembaga-lembaga sosial. Begitu juga dengan penjabaran makna kesejahteraan sosial menurut undang-undang nomor 11 tahun 2009, yang menjelaskan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Padahal dalam konsep kesejahtereaan Islam  pada masa Nabi Muhammad Saw, dan empat khalipah dijelaskan bahwa secara normatif konsep ajaran Islam sangat jelas membicarakan bahwa ajaran Islam dekat dengan ekonomi kesejahteraan, Seperti halnya pendapat Syed Nawab Haeder Nagvi dalam Siswono Yudohusodo, yang mengatakan bahwa “ajaran Islam memang dekat dengan ajaran ekonomi kesejahteraan”. Hal ini juga sebagaimana terungkap dalam sejarah periode Nabi Muhammad Saw (570-624M) dan periode Empat khalipah dalam memahami makna kesejahteraan.
Periode Nabi Muhammad Saw
Nabi Muhammad Saw, adalah “kepala negara” pertama yang memperkenalkan konsep genuine dibidang keuangan negara di abad ke- 7 yaitu semua hasil pengumpulan harta harus dikumpulkan terlebih dahulu, lalu dikeluarkan sesuai kebutuhan negara. Hasil pengumpulan tersebut adalah milik negara bukan milik individu. Walaupun demikian pemimpin negara dan  gubernur bisa mengambil bagian darinya untuk mencukupi kebutuhan pribadinya. Itulah yang disebut Baitul Mal. Baitul Mal bertempat dimasjid Nabawi. (Sabrawi: 37-38). Namun menariknya dalam buku-buku sejarah tidak disebutkan adanya seorang bendahara. Hal ini mungkin disebabkan lingkungan masa Nabi telah memiliki pengawasan yang ketat. Kadim As-sadri mengatakan bahwa fungsi utama Baitul Mal adalah menjamin kebutuhan hidup dan kesejahteraan sosial minimum bagi setiap orang, muslim dan non muslim yang hidup dalam pemerintahan Islam.

Periode Empat Khalifah
Pertama, Pemerintahan pada masa Abu bakar tidak banyak terjadi perubahan kecuali pemasukan yang melimpah (80.000 dirham) bagi Baitul Mal yang berasal dari Bahrain. Masa pemerintahannya sangat singkat, kurang lebih dua tahun. Pada masa itu ketika Abu Bakar melihat ada masalah dalam pembayaran zakat, akhirnya abu bakar membuat tindakan represif. Dalam sejarah, kelompok-kelompok masyarakat yang tidak menyetorkan zakat ke pemerintah pusat disebut dengan murtad. Penyebutan istilah murtad ini adalah merupakan sebuah politik identitas Abu Bakar untuk menjustifikasi penumpasan kelompok pembangkang zakat.
Kedua, Pada masa Umar Bin Khatab, pendapatan negara terbagi menjadi empat, pertama, pendapatan yang diperoleh dari zakat, dan ushr dikenakan terhadap muslim. Kedua, pendapatan dari kumus dan sadakah. Ketiga, pendapatan yang diperoleh dari karaj, fay, jizya, ushr, dan sewa tetap tahunan tanah-tanah negara. Keempat, sumber-sumber lainnya. Pendapatan bagian pertama didistribusikan pada tingkat lokal. Jika kelebihan penerimaan sudah disimpan di Baitul Mal pusat dan sudah dibagi-bagikan ke delapan kelompok yang berhak menerima. Bagian kedua, dibagikan kepada orang yang membutuhkan, terutama fakir miskin untuk membiayai aktifitas ekonomi. Pendapatan jenis ketiga, digunakan untuk membayar dana pensiun dan dana bantuan, serta menutupi pengeluaran operasional administrasi, kebutuhan militer dan sebagainya. Pendapatan bagian ke empat digunakan untuk para pekerja, pemeliharaan anak-anak terlantar, dan dana sosial lainnya.
Secara umum, sumber pendapatan negara masih berasal dari pendapatan tradisional meskipun dengan kwantitas yang lebih banyak. Catatan terpenting dalam pemerintahan Umar, adalah kebijakan sosialnya untuk memberi tunjangan bagi warga negaranya. Tunjangan dari negara tersebut diperuntukkan bagi janda, anak yatim, membiayai penguburan orang miskin, membayar hutang orang-orang yang bangkrut, membayar diyat atau denda untuk pembunuhan yang tidak disengaja oleh pasukan muslim, serta memberikan pinjaman tanpa bunga untuk urusan komersial. Selain baitul Mal. Umar membentuk Al-diwan: sebuah lembaga yang mengatur tunjangan-tunjangan untuk tentara-tentara dan pensiunannya.
            Ketiga, pemerintahan khalifah Usman sebagai pengganti khalifah Umar Bin Khatab meyambung kegiatan pemerintahan pada masa Umar dan tidak banyak kebijakan yang baru, hanya ada kebijakan tentang gaji pribadinya tidak ditarik dari uang negara, namun ia menyimpan uang di Baitul Mal memicu kontroversi, dan Usman tidak mengontrol dengan baik (ketat) lembaga Baitul Mal, sehingga memunculkan para pengumpul zakat yang nakal. Kebijakan lain yang diterapkan pada masa Usman adalah kebijakan tentang kenaikan dana pensiun menjadi seratus dirham namun tidak ada rinciannya. Begitu juga dengan lahan yang pernah di dapatkan pada masa Umar tanpa membagi-bagikannya. Sehingga pada masa Usman membagi-bagikannya kepada individu-individu untuk reklamasi dan untuk Baitul Mal, lahan yang ada pada masa Umar 9 juta dirham tersebut, di masa Usman berhasil ditingkatkan menjadi 50 dirham. Dan Usman juga membolehkan untuk menukarkan lahan tersebut dengan lahan Hijaz.
Keempat, pemerintahan Ali Bin Abi Thalib, khalifah Ali mulai menata ulang sistem pemerintahan yang ada pada masa Usman terutama tentang sistem distribusi Baitul Mal. Khalifah Ali memberlakukan distribusi kekayaan publik tanpa diskriminasi. Ali membagikan dana Baitul Mal pada fakir miskin non muslim sama seperti fakir miskin muslim. Ali juga menekankan bahwa setiap individu mendapatkan bagian dari pendapatan nasioanl. Ali menekankan distribusi yang benar, dana Baitul Mal dibagikan secara proporsional. Hal ini dilakukan terjaminnya kesejahteraan dan keadilan dan sekaligus menstrimulasi kegiatan ekonomi. Khalifah Ali Bin Abi Thalib adalah khalifah yang dalam sejarahnya mengambil kebijakan untuk melawan korupsi, penindasan, pengontrolan pasar, memberantas tukang catut, penimbun barang dan pasar gelap. (M.A Sabzrawi:59)
Isu Kesejahteraan di dalam Islam memang sudah diterapkan oleh Nabi Muhammad Saw, hingga dilanjutkan kepada empat khalifah Islam. Kebijakan untuk kesejahteraan, memang harus digalakkan untuk di Aceh khususnya dan Indonesia umumnya, karena kebijakannya memiliki dasar hukum yang ada dalam UUD 1945 dan UU No. 11 tahun 2009, tentang Kesejahteraan Sosial. Apabila menganut sistem welfare, maka tingkat pengangguran dan kemiskinan yang ada akan semakin menurun. Oleh karena itu kita semua sangat mengharapkan kepada gubernur yang terpilih, agar betul-betul melihat kebijakan publik untuk kesejahteraan sosial, karena khususnya kita di Aceh telah menganut hukum Syariat Islam, jadi sudah sepatutnya kita mengikuti tauladan kita Nabi Muhammad Saw, dalam menentukan kebijakan publik. Apabila itu semua tidak dilakukan maka jangan diharapkan kesejahteraan sosial tersebut terwujud di bumi Serambi Mekkah. Demikianlah beberapa saran yang mesti diterapkan dalam mewujudkan pesan kampanye yang dapat dijadikan bekal bagi kepala daerah dalam memimpin daerahnya. Selamat buat pasangan ZIKIR!

Penulis: Masrizal, MA, Dosen Sosiologi Fakultas Ilmus Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unsyiah Banda Aceh. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar