Keindahan Banda Aceh

Keindahan Banda Aceh
Kantor Walikota Banda Aceh

Minggu, 17 Juni 2012

MODAL SOSIAL SOLUSI PERTUMBUHAN EKONOMI MASYARAKAT



PENDAHULUAN
Kekhawatiran terhadap semakin merenggangnya hubungan antar
manusia, dan melemahnya ketidakpedulian dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan
masyarakat. Oleh karena itu apabila penguatan modal sosial tidak
ditumbuhkan dalam masyarakat, maka kekerabatan dan kerjasama tidak
akan terbentuk dan pertumbuhan masyarakat akan semakin lamban, dan
bisa saja modal sosial akan menghilang. Fenomena ini tidak hanya
dampaknya dirasakan oleh negara dan masyarakat sekarang, tetapi juga
generasi seterusnya akan berakibat tidak baik, sehingga generasi
kedepan akan berdampak buruk tidak hanya untuk individunya, tetapi juga
berdampak terhadap negara.

Dalam masyarakat yang amat plural akan seringkali muncul
perbedaan pendapat, gesekan antara berbagai kelompok, benturan
kepentingan, bahkan konflik-konflik sosial, baik yang berskala kecil
maupun besar. Seperti halnya dinamika politik pasca penolakan hak
angket mafia pajak yang mengakibatkan gesekan antar partai politik, dan
kasus Ahmadiyah yang menyebabkan korban jiwa, serta kasus-kasus
lainnya yang menimpa negara sekarang ini.
Kemampuan manajemen bagi konflik-konflik ini teramat penting.
Oleh karena itu, lembaga-lembaga sosial dan politik serta pranatapranatanya
harus mampu bukan sekedar meredam, tetapi menyalurkan
dinamika yang lahir akibat perbedaan tersebut sehingga dari pergesekanJurnal

Fukuyama melihat terjadinya transisi masyarakat industri menuju
masyarakat informasi telah semakin memperenggang ikatan sosial, dan
melahirkan banyaknya patologi sosial seperti meningkatnya angka
kejahatan, dan menurunnya kepercayaan pada sesama komponen
masyarakat. Dalam era reformasi ditandai dengan semakin berkurangnya
kontak berhadapan muka (face to face relationship), modal sosial sebagai
bagian dari modal maya (virtual capital) akan semakin menonjol
peranannya. Karenanya, upaya membangun sebuah bangsa dan negara
yang kompetitif peranan modal sosial semakin penting untuk kesuksesan
masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi yang meningkat dewasa ini ternyata belum
mampu mensejahterakan rakyat. Sebagai mana dirilis BPS tahun 2010,
Badan Pusat Statistik telah mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi
Indonesia terakhir ini meningkat. Sebut saja pertumbuhan ekonomi tahun
2010 sebesar 6,1 persen. Akan tetapi beberapa daerah di Indonesia, daya
beli masyarakat masih rendah, sehingga kemiskinan akan sulit teratasi.
Namun kesulitan itu sebetulnya akan terasa ringan, bahkan kemungkinan
dapat dielakkan, manakala modal sosial kita sebagai warga negara dapat
dikuatkan. Sehingga Fukuyama menjelaskan bahwa kegagalan
pembangunan ekonomi yang terjadi di berbagai belahan bumi, terutama di
negara-negara berkembang Asia, Afrika, dan Amerika Latin, determinan
utamanya adalah tidak berfungsinya komponen-komponen modal sosial
yang idealnya tumbuh di tengah masyarakat sebagai penopang kekuatan.
Untuk itulah modal sosial ini harus terus dijaga, agar berbagai macam
apapun krisis akan bisa kita hadapi.
Indikator dalam kekuatan pertumbuhan dalam kehidupan
masyarakat ada tiga aspek yang perlu dibangun dalam meningkatkan
pendapatan dan mengurangi pengeluaran masyarakat. Pertama,
peningkatan kapasitas dan sumberdaya manusia. Kedua, peningkatan
perluasan dan kesempatan kerja. Ketiga, tersedianya perlindungan sosial.

letaknya desentralisasi ini sudah memudahkan perjalanan kearah
perubahan, dimana dulunya tertumpu pada satu sentral tapi sekarang
kepercayaan tersebut sudah diserahkan ke daerah.
Menurut Ilham Cendikiawan, dalam tulisannya Tantangan
Pemenuhan Hak Ekonomi Sosial Budaya Dalam Era Desentralisasi,
mangatakan bahwa daerah memiliki keleluasaan dalam menentukan
belanja daerah karena perpindahan wewenang dari pusat ke daerah.
Pemahaman ini menjelaskan bahwa perspektif demokratisasi otonomi
daerah adalah pilihan sistem pemerintahan yang sangat baik, karena
dalam sistem tersebut penentuan keputusan berada pada level terbawah.
Dengan demikian akses masyarakat untuk mengawasi dan berpartisipasi
dalam kebijakan publik sangat terbuka. Filosofisnya adalah
penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk mempercepat
pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
perluasan partisipasi aktif warga.
Mencermati ini juga salah seorang akademisi, Profesor Edi Suharto
(2007), yang sering bergelut dengan dunia kesejahteraan dan sering
mengisi perjalanannya kenegara kesejahteraan seperti swedia dan
beberapa negara dibagian eropa lainnya beliau melabelkan negara tanah
kelahirannya ini dengan negara yang secara dejure menganut welfara
state tapi secara praktis menganut fragmanted. Ia menjelaskan bahwa
pelembagaan sistem negara kesejahteraan pada tingkat pemerintah
daerah melalui desentarlisasi dan otonomi daerah salah satu ide dalam
membangun negara kesejahteraan pada tingkat provinsi dengan
melembagakan sistem provinsi kesejahteraan.
Kebijakan pemerintah selama ini hanya bersifat pragmanted,
namun jika kita merujuk kembali ke Undang-undang Dasar Tahun 1945
Pasal 27, 33, dan 34 sangat bermakna welfare state tapi realitasnya
hanya tertuang saja dalam UUD 45. memang jika kita kembali mengkaji
kondisi negara memang sudah krisis kader bangsa yang nasionalis.

nanti akan terwujud penuh pada tahun 2020 dimana kedepan liberalisasi
ekonomi akan mempunyai arti liberalisasi budaya, karena kebanyakan
orang menganggap kebudayaan barat itu universal dan bukan unik,
sehingga nanti westernisasi akan kuat. Kalau sebagai bangsa kita
sekarang tidak sadar akan kepribadian, lama-lama orang Indonesia akan
menjadi terasa asing ditanah kelahiranya sendiri.
Berbicara tentang penanganan untuk masalah bangsa sekarang
adalah tak luput dari krisisnya kader, maka kita juga harus melihat kembali
sumberdaya manusia (SDM) yang ada. Apakah negara kita ini sudah
banyak melahirkan orang-orang yang terampil? Namun jika kita
membicarakan seputar SDM bangsa sekarang kayaknya kita kurang
berani mengatakan bahwa SDM bangsa Indonesia itu lemah, karena hal
ini dibuktikan dengan ungkapan Prof. Tajudin Noer Effendi, mengatakan
bahwa negara tetangga kita Malaysia ketika dahulu dalam hal pendidikan
berkiblat ke Indonesia, dan bahkan yang ikut mendirikan Univesitas
Kebanggsaan Malaysia (UKM) juga tokoh-tokoh akademisi dari Indonesia,
khususnya akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Mencermati
ungkapan itu bahwa sebetulnya Indonesia dari segi SDM sudah
mampulah dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang baru
merdeka. Karena jika kita kembali sadar bahwa umur negara kita ini
sudah melebihi setengah abad merdekanya yakni 63 tahun, tapi kita
kurang menyadari hal itu semua.
Kader bangsa sekarang lebih memilih hidup seperti budaya hidup
di kota. Dimana karakter hidup dipermukiman di kota besar adalah
mempunyai “budaya nafsi-nafsi” dengan tanpa melihat kondisi tetangga
disampingya yang kelaparan. Jika kita melihat budaya di pedesaan yang
penuh dengan suasana kehidupan modal sosial yang tinggi dan sikap
yang ramah dan santun. Hal ini menurut penulis tak terlepas dari sistem
yang dibangun sekarang yakni sistem capitalism. Sebenarnya sistem kita
di Indonesia ini harus menganut sistem kedaulatan rakyat karena merujuk
kepada mayoritas penduduknya adalah islam. Sistem kedaulatan rakyat

masyarakat yang sebelumnya illfare (tidak sejahtera) akan menuju welfare
(sejahtera) dan negara akan dianggap berhasil dalam membangun
pemabngunan ekonomi dan pembangunan sosial.
Menurut Mansour Fakih (2006), dalam penanggulan kemiskinan
dan pengangguran dalam menunjang pertumbuhan ekonomi maka kita
mencoba mengikuti sistem pertumbuhan yang dianut oleh Taiwan dan
Korea, dimana mereka menggunakan model kebijakan campuran. Dengan
mempercepat pertumbuhan GNP (gross national product), datangkan
multinasioanl dan agribisnis, perbanyak promosi ekspor dan yang penting
dapatkan harga yang tepat, termasuk menekan upah buruh, menaikkan
biaya modal, serahkan nilai tukar kepada pasar dan menaikkan harga
pertanian. Pemahaman Mansur Fakih menyerahkan kepada pasar segala
promosi ekspor adalah pasar yang menguntungkan negara dan
masyarakatnya bukan pasar yang pro privasi tapi pasar yang pro poor and
pro state dalam menunjang pembangunan bangsa.
Menurut Michael Yoeh (1995) dalam Sudjatmo (2004), mengatakan
bahwa ia menyarankan dalam mewujudkan perubahan maka harus The
best way to predict the future is create the future, dengan kata lain suatu
institusi/ daerah hanya akan mempartahankan diri mereka sendiri. Dalam
kaitan ini jelas diperlukan paradigma dala proses pembangunan baikkah
baik tingkat nasional maupun daerah. Karena tujuan kita adalah agar
perubahan yang dilkukan hendaklah mengarah pada upaya untuk
memamfaatkan peluang dan mengantisipasi tantangan yang ada seiring
dengan perubahn tersebut. Metode ini menjelaskan bahwa untuk
menanggulangi liberalisasi ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan
mengentaskan kemiskinan dan juga segala maslah laennya, yang pada
pada akhirnya kita harus ammpu meningkatakan kesejahteraan
masyarakat dengan membuat stake holder (masyarakat, negara dan
swasta) berjalan dengan baik.


DAFTAR PUSTAKA
Ahren Yustika, 2003, Negara Vs Kaum Miskin, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta
Edi Suharto, 2007, Beberapa Pemikiran Tentang Pembangunan
Kesejahteraan Sosial, UMM Press, Malang
Ilham Cendikia Srimarga, Pengantar Ekonomi Hak Ekonomi Sosial Dan
Budaya, PATTIRO, Jakarta
Mansoer Fakih, 2006, Runtuhnya Teori Pembangunan Dan Globalisasi,
Pustaka pelajar, Yogyakarta
Kuntowijoyo, Kerangka Analisis Sosial Dan Historis, Buletin Suara
Muhammadiyah Nomor 4 Tahun 1982, Yogyakarta
Robertz M. Z. Lawang, 1986, Teori Sosiologi Klasik Dan Modern,
Gramedia, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar